
Jаkаrtа – Batuk rejan atau pertusis yakni jerawat basil pada akses pernapasan yang lazimnya dialami oleh bayi atau bawah umur. Batuk rejan juga lazimnya menciptakan belum dewasa jadi sangat kesusahan untuk menawan napas. Mari kenali gejalanya!Â
Pertusis, atau lebih dikenal dengan batuk rejan, merupakan infeksi saluran pernapasan yang sangat menular dan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini sangat rentan menyerang anak-anak, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Sayangnya, pada tahap awal, gejala pertusis kerap menyerupai flu biasa sehingga sering diabaikan oleh orang tua. Beberapa hari pertama setelah masa inkubasi, anak biasanya akan mengalami pilek ringan, bersin, mata berair, dan demam rendah. Kondisi ini sangat mudah disalahartikan sebagai gejala pilek atau infeksi saluran pernapasan ringan biasa. Namun, jika gejala berlangsung terus tanpa membaik, orang tua perlu waspada.
Baca : Perintah Prabowo Minta Polemik 4 Pulau Secepatnya Dipastikan Dan Diumumkan
Setelah 1 hingga 2 minggu, gejala batuk mulai memburuk dan menjadi lebih intens. Batuk kering akan muncul secara berulang dalam bentuk serangan (paroxysmal) yang bisa membuat anak terengah-engah atau bahkan muntah. Ciri khas dari pertusis adalah suara “whoop” bernada tinggi saat anak menarik napas setelah serangan batuk panjang. Suara ini menjadi tanda bahwa anak kesulitan bernapas akibat iritasi dan lendir yang menyumbat saluran napas. Namun, tidak semua anak mengeluarkan suara “whoop” tersebut, khususnya pada bayi di bawah enam bulan. Pada bayi, gejala bisa justru muncul dalam bentuk jeda napas (apnea) yang berbahaya dan membutuhkan perhatian medis segera.
Risiko Komplikasi dan Pentingnya Deteksi Dini
Pertusis bukan sekadar batuk biasa, sebab jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya belum matang. Infeksi ini dapat berkembang menjadi pneumonia, kejang, kerusakan otak akibat kekurangan oksigen, bahkan kematian. Bayi di bawah usia satu tahun termasuk kelompok dengan risiko tertinggi terhadap komplikasi pertusis. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengenali gejala-gejala khas sejak dini dan tidak ragu memeriksakan anak ke dokter apabila batuk berlangsung lebih dari satu minggu atau menunjukkan pola yang tidak biasa.
Baca : 2 Kandidat Deputi Gubernur Bi Ajuan Prabowo Fit & Proper Test Di Dpr, Ini Sosoknya
Selain pengobatan dengan antibiotik yang harus diberikan sejak awal untuk menghentikan penyebaran bakteri, langkah pencegahan paling efektif adalah melalui imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) yang dimulai sejak usia dua bulan. Sayangnya, cakupan vaksinasi di beberapa wilayah masih rendah atau tidak merata, yang menyebabkan penyakit ini tetap muncul sebagai wabah kecil dari waktu ke waktu. Tidak hanya anak-anak, remaja dan orang dewasa pun bisa tertular jika kekebalan tubuhnya sudah menurun, dan mereka bisa menjadi sumber penularan bagi bayi di sekitarnya.
Penutup
Pertusis adalah penyakit infeksi yang dapat dicegah namun tetap berbahaya jika tidak segera dikenali dan ditangani. Gejalanya sering kali terlihat ringan pada awalnya, tetapi dapat berkembang menjadi batuk hebat yang mengganggu pernapasan dan berujung pada komplikasi serius. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk memahami ciri-ciri khas penyakit ini, memantau kondisi anak dengan cermat, serta memastikan kelengkapan imunisasi sesuai jadwal. Kesadaran dan kewaspadaan orang tua adalah kunci utama dalam melindungi anak dari bahaya pertusis.