
Jаkаrtа – Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis data, sebanyak 108 prestasi tingkat internasional ditorehkan pelajar Indonesia sepanjang 2023. Mulai ajang olahraga, seni, debat, olimpiade sains, karya ilmiah sampai kontes memasak. Untuk mengikuti ajang tingkat internasional, sebelumnya mereka disaring lewat serangkaian seleksi berjenjang mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi dan nasional (рuѕаtрrеѕtаѕіnаѕіоnаl.kеmdіkbud.gо.іd).
Sepanjang 2024, prestasi pelajar Indonesia level internasional juga kerap dirilis lewat instagram @puspresnas. November lalu, pelajar Indonesia memboyong 15 medali di ajang karate di Almere, Belanda. Pada September, sejumlah pelajar menjangkau medali di International Olympiad in Informatics di Alexandra, Mesir dan WorldSkills Competition di Lyon, Prancis. Sebelumnya, pada Agustus, sejumlah pelajar memboyong medali Olympiad on Astronomy and Astrophysics di Vassouras, Brazil.
Geliat pelajar berprestasi di kancah internasional pasti membanggakan. Ini bukan suatu kebetulan. Tetapi, prestasi kondang diseluruh dunia itu merupakan buah dari perjuangan dan pemberian sistemik yang terkondisikan. Yang terang lagi, menggeliatnya pelajar berprestasi level internasional ini mengindikasikan bahwa kesanggupan pelajar Indonesia tak kalah ahli dibandingkan pelajar mancanegara.
Cаwе-саwе Guru
Percayalah, di luar pelajar-pelajar ahli yang berprestasi mendunia, masih bertebaran pelajar bertalenta emas dari banyak sekali pelosok Tanah Air. Hanya, bakat mereka kemungkinan belum terorbit alasannya merupakan masih terbiar tiarap di balik bangku-bangku ruang kelas. Jika berharap pelajar berprestasi kondang diseluruh dunia selalu menggeliat, talenta-talenta emas pelajar yg masih terlelap tidur di bangku-bangku sekolah mesti dibangunkan.
Kuncinya, siapa lagi seandainya bukan guru yang menjadi garda depan dalam mengorbitkan bakat siswa. Syahdan, di balik siswa yang hebat, di situ ada sentuhan tangan guru yang ahli pula. Maka, bagi melejitkan bakat emas para pelajar yang masih tiarap, di sini cawe-cawe guru menjadi sesuatu yg urgen dilakukan.
Dalam kaitan ini, cawe-cawe guru jangan ditafsirkan negatif layaknya cawe-cawe dalam ranah yang yg yang lain. Di sini, cawe-cawe konteksnya terkait keterlibatan guru dalam menginspirasi, membimbing, mengawal, dan menyediakan sentuhan pedagogis terhadap siswa. Dengan demikian, cawe-cawe yang dijalankan sang guru bisa menghasilkan bakat siswa meningkat optimal dan еndіng-nya berbuah prestasi membanggakan.
Tengoklah sosok Jose Nerotou, siswa SD asal Papua yang videonya sempat booming di media sosial. Mengenakan seragam sekolah, bocah yg masih duduk di kelas 6 SD itu percaya diri memberi kuliah bahan kalkulus dengan cara gampang dimengerti di hadapan mahasiswa Universitas Cenderawasih. Usut punya usut, di balik kepiawaian Jose , ternyata ada sentuhan tangan sosok Profesor Yohanes Surya, begawan pendidikan yang sudah mengorbitkan ratusan siswa menjangkau medali olimpiade matematika maupun fisika.
Fakta ini mengilustrasikan bahwa eksistensi sosok guru berperan sentral di balik keberhasilan mengorbitkan bakat siswa. Mungkin gambaran ini menimbulkan sanggahan alasannya merupakan sosok yang dijadikan rujukan yaitu Profesor Yohanes Surya yang sudah kesohor kompetensinya. Bagaimana dengan guru-guru yang kapabilitasnya tidak sehebat Profesor Yohanes Surya? Apakah mereka mampu melejitkan bakat siswa yang berbuah prestasi?
Saya milik praktik baik –kalau boleh disebut demikian– ketika menjadi guru pembimbing siswa dalam melejitkan bakat di bidang karya ilmiah. Dengan ketelatenan dan proses pembimbingan yang аll оut, siswa yang secara akademik ‘biasa’ saja, ternyata dapat gо nasional dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yg diselenggarakan Puspresnas maupun Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang kala itu digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) –kini berjulukan Badan Riset dan Penemuan Nasional (BRIN).
Hampir setiap tahun, meskipun berasal dari sekolah di kota kecil, ada siswa yang terorbit menembus finalis nasional. Bahkan, ada pula yg karenanya memboyong medali juara nasional di еvеnt tersebut. Praktik baik ini membuktikan, guru ‘biasa’ pun sejatinya juga mampu melejitkan bakat siswa berkibar jadi prestasi. Percayalah, di pelosok negeri ini, masih banyak guru ‘biasa’ yang соnсеrn dalam mengorbitkan banyak sekali bakat siswa.
‘Petarung’ Prestasi
Menggeliatnya pelajar Indonesia menjangkau prestasi tingkat dunia harusnya membangkitkan para guru dalam melejitkan bakat siswa. Apalagi, bagi mempersiapkan generasi emas yg berkualitas, kompeten dan berdaya saing tinggi. Sangat dicari dan dinantikan kemunculan sosok guru yang mampu mencetak bakat siswa menjadi ‘petarung’ prestasi.
‘Petarung’ prestasi dalam konteks ini bukan memiliki arti mencetak penerima didik yg bernafsu dan kompetitif secara membabi buta. Bukan pula mencetak ‘petarung’ prestasi dengan cara-cara instan dan kaleng-kaleng. Sebaliknya, ‘petarung’ prestasi di sini mengarah pada penanaman huruf keberanian, ketangguhan, dan daya juang siswa di tengah situasi kehidupan yang serba kompetitif.
Siswa ‘petarung’ prestasi tak mulai bermunculan ketika guru masih banyak terjebak dan tegak lurus dengan memosisikan реrfоrmаnсе selaku guru yg oleh Rhenald Khasali (2007) dikategorikan selaku guru kurikulum. Yaitu, sosok guru yg mengajar semata-mata hanya untuk menyanggupi permintaan kurikulum.
Yang terjadi kemudian, sosok guru kurikulum seperti ini terkesan apatis terhadap pengembangan beragam bakat siswa. Karenanya, jangan terkejut jika talenta-talenta emas yg dimiliki siswa karenanya selalu tiarap di balik kursi sekolah. Ini terjadi karena siswa terlalu asyik mengikuti irama pembelajaran guru yg semata-mata berorientasi melahap dan memburu konten bahan pelajaran permintaan kurikulum.
Sebaliknya, bagi mencetak siswa ‘petarung’ prestasi dibutuhkan kemunculan sosok guru yang menurut Rhenald Khasali dikategorikan selaku guru inspiratif. Yaitu, guru yang tak cuma terpaku memburu permintaan kurikulum, namun juga memiliki orientasi pedagogis dengan menjinjing siswanya berfikir inovatif (mаxіmum tіhіnkіng).
Kehadiran sosok guru inspiratif sungguh dirindukan. Sebab, ilham dan sentuhan sang guru ini akan membekas dan memancarkan energi pencetus kecerdasan anak didik. Bahkan, Ngainun Naim (2011) dalam bukunya Mеnjаdі Guru Inѕріrаtіf memaparkan, selain mendatangkan pencerahan, sosok guru inspiratif juga bisa mensugesti dan merubah jalan hidup siswa.
Semakin banyaknya pelajar Indonesia berprestasi di kancah internasional harusnya membangkitkan para guru untuk bergerak melejitkan bakat siswa menjadi ‘petarung’ prestasi. Begitu pula seandainya tak mau talenta-talenta emas terus terlelap, sosok guru inspiratif mesti hadir di tengah-tengah penerima didik.
Muhіbuddіn рrаktіѕі реndіdіkаn, tіnggаl dі TulungаgungSіmаk jugа Vіdео ‘Pеmеrіntаh Gоdоk Prоѕеdur Bеаѕіѕwа S1 dаn D4 bаgі Guru’:
ѕіѕwа bеrрrеѕtаѕіguru іnѕріrаtіfHoegeng Awards 2025Baca cerita inspiratif calon polisi contoh di siniSеlеngkарnуа